(Artikel 6) BJ HABIBIE
BJ HABIBIE
Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian berasal dari etnis Gorontalo dan memiliki keturunan Bugis, sedangkan ibunya beretnis Jawa. R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.[3]
Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian berasal dari etnis Gorontalo dan memiliki keturunan Bugis, sedangkan ibunya beretnis Jawa. R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.[3]
B.J.
Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan
dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[4]
Ia pernah berilmu di
SMAK Dago.[5] Ia
belajar teknik mesin di Universitas Indonesia Bandung (Sekarang Institut Teknologi Bandung) tahun 1954. Pada 1955-1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat
terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat,
menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc.
Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun)
merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie
menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil
Presiden RI ke-7. Habibie merupakan keturunan antara orang Jawa (ibunya) dengan
orang Makasar/Pare-Pare (ayahnya).
Dimasa kecil, Habibie telah
menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut
Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische
Hochscule – Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini
Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1
hingga S-3 di Aachen-Jerman.
Pak Habibie melanjutkan
program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada
tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja
untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami
bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan
studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan
indeks prestasi summa cum laude.
Selama menjadi mahasiswa
tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya
dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di
Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala
Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan
kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat
terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973).
Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian,
ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode
1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur
MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki
jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie
sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang.
Habibie menjadi “permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan
terhormat”, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama
bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan
sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika,
Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia
pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie
Method“.
Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang
sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman.
Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi
Pak Habibie.
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan
pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia
dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan
ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui
seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie langsung bersedia dan
melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman.
Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi
sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ
Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah
(langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi
tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih
sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan
Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia
melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada 1978.
Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara
Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat
sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca
pengunduran diri Soeharto akibat salah urus pada masa orde baru, sehingga
menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah
Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera
membentuk sebuah kabinet.
Salah satu tugas pentingnya adalah kembali
mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas
negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para
tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan
organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil
memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti
Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling
penting adalah UU otonomi daerah.
Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah
gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan
akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU
otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni
Soviet dan Yugoslavia.
Setelah ia turun dari jabatannya sebagai
presiden, ia lebih banyak tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi
ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai
penasehat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat
organisasi yang didirikannya Habibie Center.
Rasa cintanya yang besar pada mendiang istrinya,
Ainun dia tuangkan dalam bentuk buku. Dia menulis buku yang berjudul Habibie
& Ainun. Buku ini di buat untuk alm. istrinya. Buku tersebut berisikan
mengenai kisah cinta sang Profesor dengan istrinya.
Buku tersebut setebal 323 halaman itu,
menceritakan mulai dari awal pertemuan Habibie dan Ainun, sampai akhinya Ainun
menghembuskan nafas terakhirnya karena komplikasi penyakit pada 22 Mei 2010.
Habibie menghitung masa hidup bersama Ainun, sejak menikah pada 12 Mei 1962,
selama 48 tahun 10 hari
Karya Habibie
- Proceedings of the International Symposium on Aeronautical Science and Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B. Laschka [Editors]. Indonesian Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
- Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts von Rissen unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden Versuchsergebnissen, Presentasi pada Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13 Oktober 1971
- Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen, 1965
- Sophisticated technologies : taking root in developing countries, International journal of technology management : IJTM. - Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises Ltd, 1990
- Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger Flugzeugbau GmbH, 1968
- Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des Rißfortschritts in Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1970
- Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1969
- Detik-detik Yang Menentukan - Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, 2006 (memoir mengenai peristiwa tahun 1998)
- Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009 (memori tentang Ainun Habibie)
- Pesawat N-250 Gatot Kaca.
Sumber:
oogle.com/search?q=bj+habibie&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwi1zrSl9pXQAhVJo48KHRp1CGoQ_AUICC
Komentar
Posting Komentar