(TUGAS 3) Masalah perbatasan wilayah laut Indonesia-Vietnam
Sengketa Perbatasan Laut Indonesia – Vietnam
Indonesia merupakan Negara maritim yang terdiri dari 18.108 pulau besar
seperti Sumatra, Jawa, sekitar tiga perempat pulau Borneo, Sulawesi, Kepulauan
Maluku, Papua dan pulau – pulau kecil d sekitarnya. Pulau – pulau ini
terbentang dari timur ke barat sejauh 6.400 km dan sekitar 2.500 km jarak
antara utara dan selatan. Garis terluar yang mengelilingi wilayah Indonesia
adalah sepanjang kurng lebih 81.000 km dan sekitar 80% dari kawasan Indonesia
adalah laut. Indonesia memiliki sepuluh negara
tetangga yang berbatasan, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina,
Vietnam, Papua Nugini, Australia, Palau dan
Timor Leste.
Negara yang hidup berdampingan ini tidak lepas dari berbagai masalah
perbatasan seperti penyelundupan, terorisme, pengambilan sumber daya, dan juga
banyak nelayan Indonesia yang ditangkap karena melanggar wilayah perbatasan
Negara lain akibat tidak jelas batas wilayah Negara. Ini disebabkan kurangnya
perhatian pemerintah kita terhadap pengawasan perbatasan, sehingga banyak
permasalah yang timbul di daerah perbatasan yang mengancam disintegrasi bangsa.
Salah satu masalah yang timbur adalah antara Indonesia dengan Vietnam.
STUDI KASUS
Sengketa perbatasan antara Vietnam dan Indonesia
terjadi karena perbedaan sudut pandang mengenai Pulau Sekatung,Natuna
(Indonesia) dan Pulau Condore (Vietnam) yang berjarak 245 mil, memiliki kontur
landas kontinen tanpa batas benua. Sehingga timbulah permasalahan penentuan BLK
(Batas Landas Kontinen) antara kedua Negara tersebut. Indonesia menggunakan
acuan hukum laut
internasional seperti yang disahkan oleh UNCLOS (United Nations Convention on
Law of the Sea). Sedangkan Vietnam menilai klaimnya berdasarkan pada anggapan
mereka sendiri bahwa Vietnam adalah sebuah negara kepulauan. Padahal pada
kenyataannya mereka adalah Negara continental. Sehingga dibutuhkan pembicaraan
serius antara kedua belah pihak agar tidak terjadi kesalahpahaman.
JAKARTA, GRESNEWS.COM -
Pemerintah tengah berupaya agar seluruh persoalan batas negara, khususnya
batas-batas laut dengan negara-negara tetangga bisa diselesaikan dalam tahun
ini. Batas laut terdiri atas tiga jenis, yaitu batas laut wilayah atau
teritorial, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi ekslusif (ZEE). Laut
Indonesia sendiri sedikitnya berbatasan dengan 10 negara, dan baru lima
diantaranya yang sudah ada kesepakatan batas kontinen dengan negara-negara
tetangga yang diselesaikan secara tegas. Salah satu yang tengah dikebut
penyelesaiannya adalah pembahasan masalah batas maritim antara Indonesia dan
Vietnam.
Terkait hal ini, kedua negara sudah melakukan beberapa kali pembahasan. Hasilnya, Indonesia-Vietnam sudah menyepakati perjanjian batas landas kontinen menggunakan dasar Konvensi Hukum Laut PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, kesepakatan ini menguntungkan Indonesia, karena berarti Vietnam mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan. "Dengan demikian prinsip Indonesia sebagai negara kepulauan telah terakomodasi," ujar Hikmahanto kepada gresnews.com, Sabtu (12/3).
Terkait hal ini, kedua negara sudah melakukan beberapa kali pembahasan. Hasilnya, Indonesia-Vietnam sudah menyepakati perjanjian batas landas kontinen menggunakan dasar Konvensi Hukum Laut PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, kesepakatan ini menguntungkan Indonesia, karena berarti Vietnam mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan. "Dengan demikian prinsip Indonesia sebagai negara kepulauan telah terakomodasi," ujar Hikmahanto kepada gresnews.com, Sabtu (12/3).
Dia mengatakan, dengan digunakannya UNCLOS 1982,
secara otomatis menggugurkan pemakaian Konvensi Hukum Laut 1952 yang tidak
mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan. Dengan diakuinya Indonesia sebagai
negara kepulauan, batas landas kontinen akan ditarik dari pulau besar ke pulau
besar (main land to main land).
"Secara geografis Indonesia diuntungkan dengan perjanjian tersebut karena potensi minyak akan lebih banyak berada di Indonesia," tegas Hikmahanto.
Pemerintah pun dirasa berhasil merundingkan wilayah yang disengketakan. "Dalam segi politik, Indonesia dinilai untung, hubungan bilateral antara RI dan Vietnam akan semakin membaik, dan akan memperlancar kerja sama antara kedua negara," kata Hikmahanto.
Meski kesepakatan soal cara pandang dalam menyelesaikan masalah perbatasan laut dengan Vietnam sudah disepakati, namun secara keseluruhan permasalahan batas laut antara Vietnam dan Indonesia belum bisa dikatakan selesai. Pasalnya, walaupun sudah sepakat, Vietnam mempunyai standar pengukuran batas negara sendiri."Ini masih status quo," ujar pengamat hubungan internasional Teuku Rajasya, kepada gresnews.com,Sabtu(12/3).
Dia menambahkan pemerintah memang bisa melihat ini sebagai keuntungan, oleh karena itu harus cepat diratifikasi. Tapi tetap saja Indonesia tidak bisa memaksakan penggunaan alat ukur yang dipakai kepada negara lain. "Prinsipnya setiap negara pasti menjaga kedaulatan negaranya,"ujarnya.Dia mengatakan, dalam sebuah perundingan itu biasa ada tarik ulur apalagi kasus ini merupakan perundingan batas wilayah. Tapi yang paling penting pemerintah harus tegas dalam menentukan alat ukur batas wilayah negara. "Jangan sampai dengan Vietnam memakai UNCLOS tetapi dengan China berbeda," ujarnya.
Dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Batas Landas Kontinen Indonesia (BLKI) serta UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS, BLKI ditarik sama lebar dengan batas ZEE (200 mil laut) atau sampai dengan maksimum 350 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Hal ini berlaku di seluruh wilayah perairan Indonesia, kecuali pada segmen-segmen wilayah tertentu, dimana BLK dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan negara-negara yang berhadapan langsung dengan Indonesia.
"Secara geografis Indonesia diuntungkan dengan perjanjian tersebut karena potensi minyak akan lebih banyak berada di Indonesia," tegas Hikmahanto.
Pemerintah pun dirasa berhasil merundingkan wilayah yang disengketakan. "Dalam segi politik, Indonesia dinilai untung, hubungan bilateral antara RI dan Vietnam akan semakin membaik, dan akan memperlancar kerja sama antara kedua negara," kata Hikmahanto.
Meski kesepakatan soal cara pandang dalam menyelesaikan masalah perbatasan laut dengan Vietnam sudah disepakati, namun secara keseluruhan permasalahan batas laut antara Vietnam dan Indonesia belum bisa dikatakan selesai. Pasalnya, walaupun sudah sepakat, Vietnam mempunyai standar pengukuran batas negara sendiri."Ini masih status quo," ujar pengamat hubungan internasional Teuku Rajasya, kepada gresnews.com,Sabtu(12/3).
Dia menambahkan pemerintah memang bisa melihat ini sebagai keuntungan, oleh karena itu harus cepat diratifikasi. Tapi tetap saja Indonesia tidak bisa memaksakan penggunaan alat ukur yang dipakai kepada negara lain. "Prinsipnya setiap negara pasti menjaga kedaulatan negaranya,"ujarnya.Dia mengatakan, dalam sebuah perundingan itu biasa ada tarik ulur apalagi kasus ini merupakan perundingan batas wilayah. Tapi yang paling penting pemerintah harus tegas dalam menentukan alat ukur batas wilayah negara. "Jangan sampai dengan Vietnam memakai UNCLOS tetapi dengan China berbeda," ujarnya.
Dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Batas Landas Kontinen Indonesia (BLKI) serta UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS, BLKI ditarik sama lebar dengan batas ZEE (200 mil laut) atau sampai dengan maksimum 350 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Hal ini berlaku di seluruh wilayah perairan Indonesia, kecuali pada segmen-segmen wilayah tertentu, dimana BLK dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan negara-negara yang berhadapan langsung dengan Indonesia.
Terkait perairan Natuna, selain bersinggungan dengan
Vietnam, terdapat titik-titik yang bersinggungan dengan tiga negara secara
langsung, kesepakatan mengenai titik perbatasan ini dilakukan melalui pertemuan
trilateral.
TANGGAPAN :
Permasalahan yang terjadi antara Indonesia-Vietnam
mengenai perbedaan sudut pandang terhadap batas landas kontinen maupun batas laut lainnya sudah sepantasnya segera
dituntaskan seperti yang sudah dilakukan oleh kedua negara tersebut dengan
melakukan perjanjian yang sudah disepakati, bahkan usaha kesepakatan yang
dilakukan itu memberi keuntungan yang baik untuk Indonesia. Namun, Indonesia
maupun Vietnam harus menegaskan lagi alat ukur yang digunakan untuk mengukur
batas wilayah laut agar tidak ada lagi kesalahpahaman mengenai persoalan batas
landas kontinen antar kedua negara kedepannya. Untuk itu masih diperlukan
pertemuan antara Indonesia-Vietnam mengenai pengesahan perjanjian yang sudah
disepakati serta alat ukur yang digunakan berdasarkan kedaulatan masing-masing
negara agar segera di ratifikasi secara internasional agar tidak dapat diganggu
gugat secara hukum internasional. Perjanjian ini pun dibuat dengan harapan
tidak merugikan kedua belah pihak.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar